Selasa, 23 Agustus 2011

Berapa engineer yang diperlukan untuk mengganti bola lampu ???????

Pertanyaan : Berapa engineer yang diperlukan untuk
mengganti bola lampu?

Engineer sipil: Satu tim lengkap. Dan beri saya satu
minggu untuk merancang project management ini.

Spesialis windows-2000: Satu orang. Tapi harus
dilakukan reinstalasi rumah secara keseluruhan.

Spesialis linux: Satu orang. Dan tidak perlu lampu
baru. Cukup dilakukan rekompilasi pada source code
lampu itu.

Engineer telekomunikasi: Satu orang, untuk
mengoperasikan perangkat remote maintenance dengan
inframerah terhadap lampu.

Engineer pengairan: Lima orang. Satu untuk melepas
lampu dan menggantinya. Empat untuk membereskan perahu
apung dan mengeringkan ruangan dari air kolam.

Engineer arsitektur: Ruangan itu dirancang untuk
menerima cahaya alami. Lampu itu tidak rusak. Dari
awal memang dipasang hanya sebagai asesori, dan memang
tidak bisa menyala.

Spesialis C++: Tergantung, apakah lampu yang rusak itu
bertipe lampu real, ataukah hanya instansiasi dari
kelas lampu.

Teoretisi chaos: Tidak perlu orang. Biarkan saja
kupu-kupu itu mengepakkan sayapnya sekali lagi.

Mekanikawan kuantum: Karena posisi dan momentum lampu
tak dapat ditetapkan bersamaan, kita perlu satu
ruangan penuh engineer yang ditutup matanya. Saat
menerima sinyal, mereka semua harus melepaskan tutup
mata, dan mengamati kawasan di mana lampu rusak
mungkin berada. Yang terdekat dengan lampu itu harus
mengganti lampu secepat-cepatnya, sebelum fungsi
gelombang bergeser.

Mahasiswa teknik semester 1: Tidak tahu. Kami belum
belajar soal itu.

Mahasiswa teknik semester 2: Tidak tahu. Itu materi
semester 3.

Mahasiswa teknik semester 3: Sudah lupa. Itu ternyata
materi semester 2.

Mahasiswa teknik tingkat akhir: Ini bocoran soal ujian
skripsi ya?

Alumni baru fakultas teknik: Itu tergantung beberapa
hal.

Dosen fakultas teknik: Saya berkeberatan menjawab
pertanyaan kalau itu dimaksudkan untuk menjatuhkan
saya.

Pakar engineering terapan: Anda sebenarnya cuma
bertanya, atau sedang meminta bantuan saya untuk
mengganti lampu?

Rabu, 17 Agustus 2011

Nelayan Gajah Mungkur Upacara Diatas Perahu




Ada acara unik dan menarik yang dilakukan para nelayan Waduk Gajah Mungkur yang tergabung dalam komunitas Masyarakat Gajah Mungkur (MGM) Wonogiri dalam memperingati Hari Kemerdekaan RI, Rabu (17/8). Mereka merayakan HUT Ke 66 Kemerdekaan RI dengan menggelar upacara bendera (tujuh belasan-red) di atas perairan Waduk Gajah Mungkur.

Ratusan tamu undangan dari unsur pemerintah, BUMD serta warga masyarakat Desa Sendang Wonogiri tumpah ruah menghadiri acara tujuh belasan versi nelayan ini. Sedikitnya ada 150 perahu nelayan ikut ambil bagian dalam upacara bendera di atas air yang baru pertama kali digelar para nelayan di daerah Wonogiri tersebut.

Bertugas sebagai komandan upacara adalah Budi Hartono yang juga Ketua MGM Wonogiri. Sedangkan, bertindak selaku Irup Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora) Pemkab setempat Pranoto. Sedangkan, petugas pengibar sang saka Merah Putih seluruhnya ada 5 orang nelayan karena yang dua diantaranya bertugas sebagai "nahkoda" perahu yang mengangkut Sukimin, Sugiyanto dan Darmin selaku pengibar bendera yang kemudian berkibar di angkasa tepatnya di atas air waduk.

Sekretaris MGM Wonogiri, Bondan Sejiwan Boma Aji, yang juga ketua panitia pelaksana upacara bendera Agustusan di atas air versi nelayan Gajah Mungkur ini menyebutkan, acara ini selain sebagai bentuk kesyukuran para nelayan menyusul Kemerdekaan RI juga bertujuan ingin lebih mengangkat waduk Gajah Mungkur sebagai obyek wisata andalan daerahnya.

“Kami para nelayan yang identik sebagai ‘orang pinggiran’ ini ingin mengangkat Waduk Gajah Mungkur dengan kearifan lokal. Kebetulan saja ini momentumnya pengibaran bendera 17-san,” kata Bondan.

Diakui, untuk mempersiapkan acara yang cukup unik dan spektakuler ini anggota MGM bersama Kelompok Tani Nelayan ‘Manunggal’ Desa Sedang Wonogiri sudah mempersiapkan dengan latihan-latihan intensif sejak 1,5 bulan lalu.
“Yang paling berat dalam latihan ini bagaimana mempersiakan podium Irup dan tiang bendera di atas air yang selalu bergerak karena ombaknya lumayan besar,” ujar dia.

Acara semakin meriah dan mampu menyedot penonton yang lebih banyak lagi kerena setelah melaksanakan upacara bendera 17-san di atas air Waduk Gajah Mungkur komunitas MGM Wonogiri kemarin dilanjutkan dengan menggelar Lomba Dayung Perahu Tradisional 2011 yang menyediakan iming-iming hadiah cukup menarik dari sponsor dan sejumlah uang pembinaan bagi para nelayan yang menang.

Selasa, 16 Agustus 2011

Selamat Dirgahayu Republik Indonesia Ke 66 Tahun 2011


Fenomena Upacara 17 Agustus di Puncak Gunung


Mengikuti jejak atau napak tilas perjuangan dan semangat yang dikobarkan para pendahulu kita sungguh sebuah perbuatan yang sangat terpuji, dimana kita bisa mengambil pelajaran yang begitu berharga akan artinya sebuah kecintaan terhadap tanah air, serta mencoba menghayati nilai-nilai luhur yang dikandungnya. Setiap tahunnya banyak dilakukan pesta rakyat yang sudah menjadi sebuah adat disetiap negara, hal yang wajar.

Tak ketinggalan pula kaum pendaki atau mereka yang menamakan Pecinta Alam pun tak mau kalah untuk ikut merayakannya. Berbagai ragam bentuk kegiatan yang dilakukan mereka dengan satu tujuan memperingati Hari Kemerdekaan Ibu Pertiwi tercinta. Upacara 17 Agustus di 'Puncak Gunung' salah satu fenomena yang paling banyak dilakukan oleh para pendaki (pecinta alam) saat ini.

Beratus-ratus pendaki, bahkan beribu-ribu orang mencoba untuk mengikuti upacara tersebut. Tak ayal lagi gunung yang menjadi tempat kesunyian bernaung, tempat para penghuninya bebas menikmati hidup…menjadi hiruk-pikuk layaknya mall-mall metropolis yang penuh dengan gemerlapnya dunia. Begitu senangnya hati kita disaat seperti itu, semua kegembiraan terluapkan tanpa batas. Seolah-olah seisi rimba raya ikut menikmati apa yang kita rasakan saat itu.
Tapi, benarkah seperti itu ?!?!?!

Pernah kah kita merenung dan memikirkan hal itu, yang dulu kita anggap hal sepele bahkan mungkin tak terbersit dihati kita (karena ke-egoisan ?!?!?!). Dalam sebuah pendakian normal saja, alam cukup repot untuk mengembalikan habitatnya yang kita rusak. Bayangkan bila ratusan bahkan ribuan pendaki dengan berbagai macam sifat dan karakteristik yang berbeda, bahkan terselip sifat merusak (vandalisme). Berpuluh-puluh ton kita cemari alam ini dengan sampah, beribu-ribu liter zat kimia kita tabur disana, berapa banyak racun yang telah kita semai di dalamnya?. Bisakah alam ini menjaga amanat yang dipikulnya? Amanat untuk melayani kehidupan manusia.. Mampu kah mereka melakukannya?!?!?!. Salahkah bila alam menjadi murka, menjerit akibat ulah manusia yang ingin memuaskan nafsu tak terbatasnya.

Oh, betapa malangnya nasib-mu, Ibu Pertiwi
Kau berikan...Keindahan.............
Kau berikan...Kedamaian ............
Namun semua kebaikan-mu terbalas sudah dengan menguras air mata-mu

Kawan…
Apa yang telah kita perbuat selama ini belumlah terlambat. Tak ada istilah terlambat kecuali kita membiarkan hal ini terus berlanjut. Tidak ada larangan untuk mendaki gunung, tidak ada anjuran untuk berhenti berpetualang, namun tak ada salahnya bila kita mulai memperbaiki perilaku kita terhadap alam ini mencoba untuk lebih perhatian dan lebih mencintainya seperti kita mencintai diri sendiri.

= hijjau, sepenggal perjalanan =

Sabtu, 06 Agustus 2011

Goa Jatijajar

Gua Jatijajar adalah sebuah tempat wisata berupa gua alam yang terletak di desa Jatijajar, Kecamatan Ayah, Kabupaten Kebumen. Gua ini terbentuk dari batu kapur. Gua Jatijajar mempunyai panjang dari pintu masuk ke pintu keluar sepanjang 250 meter. Lebar rata-rata 15 meter dan tinggi rata-rata 12 meter sedangkan ketebalan langit-langit rata-rata 10 meter, dan ketingian dari permukaan laut 50 meter.
Gua ini ditemukan oleh seorang petani yang memiliki tanah di atas Gua tersebut yang Bernama "Jayamenawi". Pada suatu ketika Jayamenawi sedang mengambil rumput, kemudian jatuh kesebuah lobang, ternyata lobang itu adalah sebuah lobang ventilasi yang ada di langit-langit Gua tersebut. Lobang ini mempunyai garis tengah 4 meter dan tinggi dari tanah yang berada dibawahnya 24 meter.
Pada mulanya pintu-pintu Gua masih tertutup oleh tanah. Maka setelah tanah yang menutupi dibongkar dan dibuang, ketemulah pintu Gua yang sekarang untuk masuk. Karena di muka pintu Gua ada 2 pohon jati yang besar tumbuh sejajar, maka gua tersebut diberi nama Gua Jatijajar
Di dalam Gua Jatijajar terdapat 7 (tujuh) sungai atau sendang, tetapi yang data dicapai dengan mudah hanya 4 (empat) sungai yaitu:

   1. Sungai Puser Bumi
   2. Sungai Jombor
   3. Sungai Mawar
   4. Sungai Kantil

Untuk sungai Puser Bumi dan Jombor konon airnya mempunyai khasiat dapat digunakan untuk segala macam tujuan menurut kepercayaan masing-masing. Sedangkan Sungai Mawar konon airnya jika untuk mandi atau mencuci muka, mempunyai khasiat bisa awet muda. Adapun Sendang kantil jika airnya untuk cuci muka atau mandi, maka niat/cita-citanya akan mudah tercapai.
Pada saat ini yang telah dibangun baru Sendang Mawar dan Sendang Kantil, Sedangkan Sendang Jombor dan Sendang Puser Bumi masih alami dan masih belum ada penerangan serta licin.
Di dalam Gua Jatijajar banyak terdapat Stalagmit dan juga Pilar atau Tiang Kapur, yaitu pertemuan antara Stalagtit dengan Stalagmit. Kesemuanya ini terbentuk dari endapan tetesan air hujan yang sudah bereaksi dengan batu-batu kapur yang ditembusnya. Menurut penelitian para ahli, untuk pembentukan Stalagtit itu membutuhkan waktu yang sangat lama. Dalam satu tahun terbentuknya Stalagtit paling tebal hanya setebal 1 (satu) cm saja. Oleh sebab itu Gua Jatijajar merupakan gua Kapur yang sudah tua sekali.

Batu-batuan yang ada di Gua Jatijajar merupakan batuan yang sudah tua sekali. Karena umur yang sudah tua sekali itu, maka di muka Gua Jatijajar dibangun sebuah patung Binatang Purba Dino Saurus sebagai simbol dari Objek Wisata Gua Jatijajar, dari mulut patung itu keluar air dari Sendang Kantil dan sendang Mawar, yang sepanjang tahun belum pernah kering. Sedangkan air yang keluar dari patung Dino Saurus tersebut dimanfaatkan oleh penduduk sekitar sebagai pengairan sawah desa Jatijajar dan sekitarnya.
Diorama yang di pasang dan dalam Gua Jatijajar ada 8 (delapan) deorama, yang patung-patungnya ada 32 buah. Keseluruhannya mengisahkan cerita Legenda dari "Raden Kamandaka - Lutung Kasarung". Adapun kaitannya dengan Gua Jatijajar ialah, dahulu kala Gua Jatijajar pernah digunakan untuk bertapa oleh Raden Kamandaka Putera Mahkota dari Kerajaan Pajajaran, yang bernama aslinya Banyak Cokro atau Banyak Cakra.
Perlu diketahui bahwa zaman dahulu sebagian dari wilayah Kabupaten Kebumen, adalah termasuk wilayah kekuasaan Pajajaran, yang pusat pemerintahannya di Bogor (Batutulis) Jawa Barat.
Adapun batasnya yaitu Kali Lukulo dari Kabupaten Kebumen sebelah Timur Kali Lukulo masuk ke wilayah Kerajaan Mojopahit, sedangkan sebelah barat Kali Lukulo masuk wilayah Kerajaan Pajajaran. Sedangkan cerita itu terjadinya di kabupaten Pasir Luhur, yaitu daerah Baturaden atau Purwokerto pada abad ke-14. Namun keseluruhan dioramanya dipasang di dalam Gua Jatijajar.

Benteng Van der Wijk

Jika anda berkunjung ke Kebumen, tidak ada salahnya anda singgah sejenak ke objek wisata sejarah yakni benteng Van der Wijck. Lokasinya yang cukup dekat dari jalan utama/raya Kebumen -Yogya, yakni sekitar 300 meter, amatlah sayang jika dilewatkan begitu saja. Benteng kuno dengan dominasi warna merah ini cukup menyolok diantara bangunan lain, namun tersamar dari jalan utama mengingat gerbang masuk lokasi wisata ini cukup jauh dari pintu gerbang benteng.
Anda tidak usah kuatir bahwa berada dilokasi objek wisata sejarah ini, nantinya hanya akan disuguhi bangunan kuno yang cenderung membosankan dan kurang diminati anak-anak. Beberapa sarana permainan anak-anak telah dibangun disekitar benteng seperti perahu angsa, kincir putar dan berbagai macam permainan anak lainnya. Tak ketinggalan juga sebuah patung dinosaurus raksasa ikut dibangun untuk meramaikan suasana dan lebih mengakrabkan dengan dunia anak-anak. Bahkan sebuah stasiun kereta api mini dibangun dibagian atas benteng tepat diatas gerbang utama, memungkinkan pengunjung untuk mengitari sisi atas benteng dengan menggunakan kereta mini
Benteng Van der Wijck sebenarnya dibangun pada awal abad 19 atau sekitar tahun 1820-an, bersamaan meluasnya pemberontakan Diponegoro. Pemberontakan ini ternyata sangat merepotkan pemerintah kolonial Belanda karena Diponegoro didukung beberapa tokoh elit di Jawa bagian Selatan. Maka dari itu Belanda lalu menerapkan taktik benteng stelsel yaitu daerah yang dikuasai segera dibangun benteng. Tokoh yang memprakarsai pendirian benteng ini adalah gubernur jenderal Van den Bosch. Tujuannya jelas sebagai tempat pertahanan (sekaligus penyerangan) di daerah karesidenan Kedu Selatan. Pada masa itu, banyak benteng yang dibangun dengan sistem kerja rodi (kerja paksa) karena ada aturan bahwa penduduk harus membayar pajak dalam bentuk tenaga kerja.
Data teknis benteng

Luas Benteng atas 3606,625m2
Benteng bawah 3606,625 m2
Tinggi Benteng 9,67 m, ditambang cerobong 3,33 m.
Terdapat 16 barak dengan ukuran masing-masing 7,5 x 11,32 m.
Dilihat dari bentuk bangunan, pembangunannya sezaman dengan benteng Willem (Ambarawa) dan Prins Oranje (Semarang kini sudah hancur). Pada awal didirikan, benteng dengan tinggi tembok 10 m ini diberi nama Fort Cochius (Benteng Cochius). Namanya diambil dari salah seorang perwira militer Belanda (Frans David Cochius) yang pernah ditugaskan di daerah Bagelen (salah wilayah karesidenan Kedu). Nama Van der Wijck, yang tercantum pada bagian depan pintu masuk, merupakan salah seorang perwira militer Belanda yang pernah menjadi komandan di Benteng tersebut. Reputasi van der Wijck ini cukup cemerlang karena salah satu jasanya adalah membungkam para pejuang Aceh, tentunya dengan cara yang kejam.
Dilihat dari fisiknya, bangunan yang luasnya 3.606,62 m2 ini sudah mengalami renovasi yang cukup bagus. Sayangnya renovasi ini kurang memperhatikan kaidah konservasi bangunan bersejarah mengingat bangunan ini potensial sebagai salah satu warisan budaya (cultural heritage)
Benteng yang didominasi warna merah ini berjarak 140 km atau 3 jam dari Kota Yogyakarta. Tidaklah sulit untuk mencapai benteng ini dikarenakan letaknya yang hanya satu kilometer dari jalan utama dan terdapat papan petunjuk arah sehingga kesempatan untuk kesasar sangatlah sedikit. Cukup dengan membayar tiket sebesar Rp, 7500,- para wisatawan dapat menikmati salah satu benteng peninggalan jaman kolonial Belanda.
Dikelilingi oleh banyak pepohonan membuat benteng ini terlihat asri dan sejuk, ditambah lagi terdapat banyak wahana permainan anak yang tarifnya berkisar antara Rp. 3000,- sampai Rp. 8000,- yang sangat cocok untuk berwisata bersama keluarga. Jadi selain membawa anak-anak bersenang-senang di wahana permainan para orang tua juga dapat mengenalkan sejarah yang ada di Benteng Van Der Wijck. Yang menjadi nilai tambah benteng ini adalah kawasannya yang sangat terawat dan lengkap, fasilitas umum seperti toilet dan kantin pun sangat bersih sehingga menambah kenyamanan saat berkunjung ke benteng ini, bahkan terdapat penginapan dan ruang pertemuan didalamnya. Sebelum pulang tidak ada salahnya para wisatawan untuk mampir sejenak di kios-kios untuk membeli oleh-oleh khas Kebumen.

Senin, 01 Agustus 2011

SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA

SEIRING TERBENAM MENTARI DI AKHIR SYA’BAN,
TIBALAH KINI BULAN RAMADHAN,
PESAN INI SEBAGAI GANTI JABAT TANGAN UNTUK
MOHONKAN MAAF DAN KEKHILAFAN.
MARHABAN YA RAMADHAN.